Adanya Aspirasi Yang Disampaikan Oleh RECLASSERING INDONESIA, Abdul Rahman: Mulutmu Harimaumu

JAKARTA — Menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh RECLASSERING INDONESIA di Kantor Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung Republik Indonesia, ABDUL RAHMAN, S.Pd, SH alias RAHMAN PEDDU bersama rekannya HAMIDAH T, S.Pd, SH dan HERWANDY BAHARUDDIN, SH selaku kuasa hukum ANDI NOERSAID Bin ANDI CINTA angkat bicara. Selasa (2/11/2021).

Rahman Peddu saat dihubungi awak media, membenarkan adanya aksi demo didepan Kantor KY dan MA yang dilakukan oleh RECLASSERING INDONESIA sebagaimana diunggah melalui akun Media sosial You Tube /Evapos Chanel terkait perkara perdata yang ditanganinya yaitu Perkara Nomor 7 /Pdt.G/2020/PN.Sdr Jo Nomor 344/PDT/2020/PT.Mks, Jo 2200 K /PDT/2021 dalam perkara antara ANDI NOERSAID melawan KAMARUDDIN Dkk.

Terkait aksi / demo yang disampaikan oleh RECLASSERING INDONESIA di Kantor Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung Repblik Indonesia, Rahman Peddu menyatakan, bahwa gerakan demikian adalah bagian dari demokrasi sebagaimana deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang sejalan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”. karena ketentuan pasal tersebut MENJAMIN. hak warga negara menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Yang disayangkan kata Rahman Peddu adalah karena aksi tersebut seakan-akan tidak bersesuian dengan dengan ketentuan Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998 Tentang KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM Bahwa “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab” untuk :
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai ASAS LEGALITAS
c. menghargai prinsip PRADUGA TAK BERSALAH; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
karena asas legalitas yang perlu dihargai dalam hal ini adalah Legalitas Judex Facti Pengadilan Tinggi Makassar dan Judex Juris Mahkamah Agung dalam mengadili perkara yang dipermasalahkan oleh Perwakilan Se-Sulawesi Selatan RECLASSERING INDONESIA adalah asas kemerdekaan hakim sebagaimana ketentuan Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen menyatakan KEKUASAAN KEHAKIMAN merupakan kekuasaan yang MERDEKA untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, oleh karena itu kata Rahman Peddu, kalau pihak Tergugat menilai putusan hakim yang dimaksud mengadung cacat hukum tentu ada upaya hukum yang dapat ditempuh melalui jalur pengadilan, kalaupun aksi demo / penyampaian aspirasi kepada KY dan MA dianggap sebagai upaya hukum yang efektif setidaknya menghargai prinsip asas praduga tak bersalah sebagaimana amanat Pasal 7 huruf c UU No.9 Tahun 1998, jangan serta merta menggembor-gemborkan bahwa “putusan, mengandung cacat hukum, Tergugat mengantongi putusan inkrah dari Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang, hakim diduga menerim uang”. Itukan tidak sejalan dengan amanat UU No. 9 Tahun 1998 Tentang KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM khusunya Pasal 7 huruf b dan huruf c.

“Kalau Tergugat mengantongi putusan inkrah dari PN Sidrap, silahkan dibuktikan sejak kapan putusan Nomor 7 /Pdt.G/2020/PN. Sdr itu berkekuatan hukum tetap atau sejatinya mereka kembali mempelajari Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI. Karena kenyataannya Pengadilan negeri Sidenreng Rappang memutus perkara Nomor 7 /Pdt.G/2020/PN.Sdr pada tanggal 30 Juli 2020 dan kami menyatakan banding pada tanggal 10 Agustus 2020.”ungkap Rahman.

Lebih lanjut, Rahman Peddu menyatakan kalau “putusan, mengandung cacat hukum, kan ada upaya hukum dan kami siap untuk itu”. Namun kalau dengan sengaja menyiarkan dugaan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Makassar dan Majelis Hakim Hakim Mahkamh Agung yang mengadili perkara yang dimaksud menerima uang “itukan suap namanya”. Silahkan dibuktikan juga, karena jelas tidak etis jika dugaan yang mengandung unsur pencemaran nama baik itu dipublikasikan tanpa bukti yang akurat.

“Jangan sampai “mulutmu harimaumu”, dan yang perlu dikatahui adalah kami sebagai kuasa hukum ANDI NOERSAID bekerja secara profesional dan terikat kode etik. Bahkan pada saat sebelum jadi advokatpun pun, saat di LSM, kami selalu menghargai kemerdekaan hakim dalam memutus perkara perdata khususnya sengketa PMH, karena yang kami tahu Organisasi kemasyarakatan/Lembaga Swadaya Masyarakat dapat mendampingi kasus TERBATAS pada perselisihan perburuhan, sengketa konsumen dan perkara lingkungan hidup.”kata Abdul Rahman S.Pd, SH yang akrab disapa Rahman Peddu. ( red*/)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *